GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM MESIR
Latar Belakang Pembaharuan Islam di Mesir
Latar belakang sejarah Mesir secara historis
dapat kita lihat ketika Mesir berada pada kekuasaan Romawi di Timur dengan
Bizantium sebagai ibukotanya merupakan awal kebangkitan Mesir di abad
permulaaan Islam yang berkembang menjadi kota dan negara tujuan setiap orang.
Mesir menjadi sangat menarik pada masa kekuasaan Romawi tersebut karena ia
mempunyai potensi yang secara tradisional telah berakar di Mesir. Mesir menjadi
salah satu pusat peradaban Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada
zaman Bani Abbas, seperti Fatimiah (sampai tahun 567 H) yang mendirikan
Al-Azhar, dinasti Ayubiyah (567-648 H) yang terkenal dengan Perang Salib dan
perjanjian ramalah mengenai Palestina, Dinasti Mamluk (648-922 H) sampai
ditaklukan oleh Napoleon dan Turki Usmani.
Pada 2 Juni 1798 Napoleon Bonaparte melakukan pendaratan di
Alexandria sebagai tanda di mulainya ekspedisi Perancis di Mesir. Ekspedisi
yang merupakan rencana lama pemerintahan Louis XIV tentang penyerbuan ke Mesir
untuk menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah sehingga bisa memperluas kemenangan mereka ke arah Barat.
Ekspedisi Perancis tersebut berlangsung selama tiga tahun dan berakhir pada tanggal 31 Agustus 1801.
Ekspedisi Napoleon di Mesir setidaknya menghasilkan tiga ide
baru yaitu :
1. Sistem pemerintahan republik yang
didalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada
undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Pada awal abad ke-20
istilah republik muncul terjemahannya yaitu jumhuriyyah yang artinya
orang banyak.
2. Ide persamaan (egalite)
artinya persamaan kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam pemerintahan.
Napoleon mendirikan suatu badan terdiri dari ulama-ulama al-Azhar dan pemuka-pemuka
dunia dagang dari Kairo dan daerah-daerah sekitar. Tugas badan ini adalah
membuat undang-undang, memelihara ketertiban umum dan menjadi perantara antara
penguasa Perancis dan rakyat Mesir. Selain itu juga dibentuk Diwan al Ummah yang
dalam waktu tertentu mengadakan sidang untuk membicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan nasional.
3. Ide kebangsaan. Dalam maklumat
Napoleon dinyatakan bahwa orang Perancis merupakan satu bangsa (nation) dan
bahwa kaum Mamluk adalah orang asing yang datang ke Mesir dari Caucacus
sehingga sekalipun mereka itu orang Islam tetapi berlainan dengan orang Mesir.
Ide-ide yang dibawa oleh Napoleon ke Mesir pada waktu itu
belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi umat Islam Mesir. Walaupun demikian
ternyata ekspedisi Napoleon telah membuka mata umat Islam Mesir akan kelemahan
dan kemunduran mereka.
Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir dan mencari
jalan untuk mengembangkan balance of power yang telah pincang dan
membahayakan Islam. Kontak Islam dengan Barat saat itu berlainan dengan kontak
Islam dengan Barat di periode klasik. Pada periode klasik, Islam berada pada
masa kejayaannya dan Barat sedang dalam kegelapan. Namun keadaan itu menjadi
terbalik, Islam sedang dalam kegelapan dan Barat semakin maju dan Islam yang
ingin belajar dari Barat.
Dengan demikian timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam. Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikirannya bagaimanakah cara membuat umat Islam maju kembali seperti pada masa periode klasik. Usaha ke arah itu pun mulai dijalankan di kalangan umat Islam.
Dengan demikian timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam. Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikirannya bagaimanakah cara membuat umat Islam maju kembali seperti pada masa periode klasik. Usaha ke arah itu pun mulai dijalankan di kalangan umat Islam.
Pemikiran pembaharuan di Mesir muncul dari tokoh-tokoh
pembaharu muslim di antaranya yang dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani
(1839-1897) dan Muhammad Abduh (1849-1905).
TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR
1. Muhammad Ali Pasya dengan
usahanya menterjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab.
2.
Al-Tahtawi yang
berpendapat bahwa penterjemahan buku-buku Barat ke dalam bahasa Arab penting,
agar umat Islam dapat mengetahui ilmu-ilmu yang membawa kemajuan Barat. Dia
juga aktif mengarang dan menerbitkan surat kabar resmi " الوقا ئع المصرية" dan
mendirikan majallah " روضة المدارس" yang bertujuan memajukan bahasa Arab dan menyebarkan
ilmu-ilmu pengetahuan modern kepada khalayak ramai. Dia berpendapat bahwa ulama
harus mengetahui ilmu-ilmu modern agar mereka dapat menyesuaikan syari’at
dengan kebutuhan-kebutuhan modern. Ini mengisyaratkan bahwa pintu ijtihad masih
terbuka, tapi dia belum berani mengatakan secara terang-terangan. Dia juga mencela paham fatalisme. Menurutnya, disamping orang harus percaya
pada qadha dan kadar Tuhan, ia harus berusaha
3.
Jamaluddin Al Afghani dengan usahanya mendirikan perkumpulan “Urwatul
Wusqo” . Pemikirannya : Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, semua zaman
dan semua keadaan. Pintu ijtihad masih terbuka,
kemunduran Islam karena meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Paham qadha
dan kadar dirusak oleh paham fatalisme
yang membawa umat Islam pada keadaan statis, lemahnya rasa persaudaraan umat
Islam.
4.
Muhammad Abduh dengan pemikirannya bahwa,
kemunduran-kemunduran disebabkan oleh
paham jumud di kalangan umat Islam yaitu keadaan membeku, statis, tidak
ada perubahan, dan juga masuknya bid’ah dalam Islam yang membuat umat Islam
lupa akan ajaran Islam yang sebenarnya, pintu ijtihad perlu dibuka kembali,
memerangi taklid, merubah cara pandang/faham jumud/fatalisme menjadi faham dinamika
(kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan).
5.
Rasyid Ridha dengan usahanya menerbitkan
majalah “ Al Manar” yang bertujuan mengadakan pembaharuan dalam bidang
agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul, bid’ah, menghilangkan paham
fatalisme. Pemikirannya bahwa umat Islam mundur sebab tidak mengamalkan ajaran
yang sebenarnya. Perlu dihidupkan paham jihad, persatuan umat Islam,
ijtihad.
0 komentar:
Posting Komentar