468x60 Ads

Sabtu, 13 September 2014

Materi 4 Klas 10 Sem 1

GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM MESIR

  Latar Belakang Pembaharuan Islam di Mesir
Latar belakang sejarah Mesir secara historis dapat kita lihat ketika Mesir berada pada kekuasaan Romawi di Timur dengan Bizantium sebagai ibukotanya merupakan awal kebangkitan Mesir di abad permulaaan Islam yang berkembang menjadi kota dan negara tujuan setiap orang. Mesir menjadi sangat menarik pada masa kekuasaan Romawi tersebut karena ia mempunyai potensi yang secara tradisional telah berakar di Mesir. Mesir menjadi salah satu pusat peradaban Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas, seperti Fatimiah (sampai tahun 567 H) yang mendirikan Al-Azhar, dinasti Ayubiyah (567-648 H) yang terkenal dengan Perang Salib dan perjanjian ramalah mengenai Palestina, Dinasti Mamluk (648-922 H) sampai ditaklukan oleh Napoleon dan Turki Usmani.
Pada 2 Juni 1798 Napoleon Bonaparte melakukan pendaratan di Alexandria sebagai tanda di mulainya ekspedisi Perancis di Mesir. Ekspedisi yang merupakan rencana lama pemerintahan Louis XIV tentang penyerbuan ke Mesir untuk menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah sehingga bisa  memperluas kemenangan mereka ke arah Barat. Ekspedisi Perancis tersebut berlangsung selama tiga tahun dan  berakhir pada tanggal 31 Agustus 1801.
Ekspedisi Napoleon di Mesir setidaknya menghasilkan tiga ide baru yaitu :
1.      Sistem pemerintahan republik yang didalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Pada awal abad ke-20 istilah republik muncul terjemahannya yaitu jumhuriyyah yang artinya orang banyak.
2.      Ide persamaan (egalite) artinya persamaan kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam pemerintahan. Napoleon mendirikan suatu badan terdiri dari ulama-ulama al-Azhar dan pemuka-pemuka dunia dagang dari Kairo dan daerah-daerah sekitar. Tugas badan ini adalah membuat undang-undang, memelihara ketertiban umum dan menjadi perantara antara penguasa Perancis dan rakyat Mesir. Selain itu juga dibentuk Diwan al Ummah yang dalam waktu tertentu mengadakan sidang untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan nasional.
3.      Ide kebangsaan. Dalam maklumat Napoleon dinyatakan bahwa orang Perancis merupakan satu bangsa (nation) dan bahwa kaum Mamluk adalah orang asing yang datang ke Mesir dari Caucacus sehingga sekalipun mereka itu orang Islam tetapi berlainan dengan orang Mesir.
Ide-ide yang dibawa oleh Napoleon ke Mesir pada waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi umat Islam Mesir. Walaupun demikian ternyata ekspedisi Napoleon telah membuka mata umat Islam Mesir akan kelemahan dan kemunduran mereka.
Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir dan mencari jalan untuk mengembangkan balance of power yang telah pincang dan membahayakan Islam. Kontak Islam dengan Barat saat itu berlainan dengan kontak Islam dengan Barat di periode klasik. Pada periode klasik, Islam berada pada masa kejayaannya dan Barat sedang dalam kegelapan. Namun keadaan itu menjadi terbalik, Islam sedang dalam kegelapan dan Barat semakin maju dan Islam yang ingin belajar dari Barat.
Dengan demikian timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam. Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikirannya bagaimanakah cara membuat umat Islam maju kembali seperti pada masa periode klasik. Usaha ke arah itu pun mulai dijalankan di kalangan umat Islam.
Pemikiran pembaharuan di Mesir muncul dari tokoh-tokoh pembaharu muslim di antaranya yang dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) dan Muhammad Abduh (1849-1905).
 
TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR
 
1. Muhammad Ali Pasya dengan usahanya menterjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab.
2.      Al-Tahtawi yang berpendapat bahwa penterjemahan buku-buku Barat ke dalam bahasa Arab penting, agar umat Islam dapat mengetahui ilmu-ilmu yang membawa kemajuan Barat. Dia juga aktif mengarang dan menerbitkan surat kabar resmi " الوقا ئع المصرية" dan mendirikan majallah " روضة المدارس" yang bertujuan memajukan bahasa Arab dan menyebarkan ilmu-ilmu pengetahuan modern kepada khalayak ramai. Dia berpendapat bahwa ulama harus mengetahui ilmu-ilmu modern agar mereka dapat menyesuaikan syari’at dengan kebutuhan-kebutuhan modern. Ini mengisyaratkan bahwa pintu ijtihad masih terbuka, tapi dia belum berani mengatakan secara terang-terangan. Dia juga mencela paham fatalisme. Menurutnya, disamping orang harus percaya pada qadha dan kadar Tuhan, ia harus berusaha

3.      Jamaluddin Al Afghani  dengan usahanya mendirikan perkumpulan “Urwatul Wusqo” . Pemikirannya : Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Pintu ijtihad masih terbuka, kemunduran Islam karena meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Paham qadha dan kadar dirusak oleh  paham fatalisme yang membawa umat Islam pada keadaan statis, lemahnya rasa persaudaraan umat Islam.

4.      Muhammad Abduh dengan pemikirannya bahwa, kemunduran-kemunduran disebabkan oleh  paham jumud di kalangan umat Islam yaitu keadaan membeku, statis, tidak ada perubahan, dan juga masuknya bid’ah dalam Islam yang membuat umat Islam lupa akan ajaran Islam yang sebenarnya, pintu ijtihad perlu dibuka kembali, memerangi taklid, merubah cara pandang/faham jumud/fatalisme menjadi faham dinamika (kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan).

5.      Rasyid Ridha dengan usahanya menerbitkan majalah “ Al Manar” yang bertujuan mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul, bid’ah, menghilangkan paham fatalisme. Pemikirannya bahwa umat Islam mundur sebab tidak mengamalkan ajaran yang sebenarnya. Perlu dihidupkan paham jihad, persatuan umat Islam, ijtihad.
 

0 komentar:

Posting Komentar