PEMBAHARUAN
DAN RINTISAN AMAL USAHA BIDANG PENDIDIKAN
Tahun
1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai
wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan
pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7
orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah
dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917
diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Di sisi lain Dr.Soetomo—pendiri Boedi
Oetomo—juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi
Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26
(Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah
sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar
pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Keanggotaannya di Boedi Oetomo memberikan
kesempatan luas berdakwah kepada para anggota Muhammadiyah dengan mengajar
agama Islam kepada siswa-siswa yang belajar di sekolah Belanda. Antara lain
Kweeck School di Jetis. OSVIA (Opleiding School Voor Indlandsch Amtenaren),
Sekolah Pamong Praja (Magelang). Selain dakwah yang diadakan di rumahnya di
Kauman.
Tahun 1908-1909, Kiai Dahlan mendirikan
sekolah yang pertama yaitu Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah (setingkat
SD). Kegiatan belajar mengajarnya diadakan di ruang tamu rumahnya yang
berukuran 2,5 x 6 meter. Meskipun demikian sudah dikelola secara modern dengan
menggunakan metode dan kurikulum. Dengan menggunakan papan tulis, meja, dan
kursi. Sistem pengajarannya secara klasikal. Waktu merupakan sesuatu yang
sangat asing bagi sekolah pribumi. Untuk pertama kali muridnya hanya 6 orang.
Dan setengah tahun kemudian meningkat menjadi 20 orang
Ketika besluit pengakuan sah Muhammadiyah
keluar dari pemerintah Belanda tahun 1914, Kiai Ahmad Dahlan pun mendirikan
perkumpulan kaum ibu yaitu Sapatresna. Yang tahun 1920, kemudian diubah namanya
jadi Aisiyah. Tugas pokoknya mengadakan pengajian khusus bagi kaum wanita.
Dengan ciri khusus peserta pengajian Sapatresna diwajibkan memakai kerudung
dari kain sorban berwarna putih. Perkumpulan ini pertama kali dipimpin Nyai Ahmad
Dahlan.
Tahun 1920 didirikan Panti Asuhan Yatim Piatu
Muhammadiyah. Dan tahun 1922 didirikan Nasyiatul Asiyiyah (NA), yang semula
bagian dari Aisiyyah kalangan muda. Sedangkan tahun 1918 didirikan kepanduan
Hizwul Wathan (HW) bagi kalangan angkatan muda. Diketuai Haji Muhtar. Diantara
alumni HW (yang juga berkembang di Banyumas) adalah Jenderal Sudirman. Tahun
1917 Kiai Ahmad Dahlan mendirikan pengajian Malam Jum’at sebagai forum dialog
dan tukar pikiran warga Muhammadiyah dan masyarakat simpatisan. Dari forum ini
kemudian lahir Korps Mubaligh keliling, yang bertugas menyantuni dan
memperbaiki kehidupan yatim piatu, fakir miskin, dan yang sedang dilanda
musibah.
PEMBAHARUAN DALAM BIDANG PENERBITAN
Muhammadiyah dalam konteksnya sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf
nahi mungkar jelas tidak bias tinggal diam untuk memberikan sikap dan
respon terhadap globalisasi dan dampaknya dalam kehidupan umat. Mengingat
beratnya tantangan dan hambatan tersebut, Muhammadiyah tidak mungkin dengan
hanya mengandalkan dakwah secara konservatif, tetapi Muhammadiyah paling
tidak harus bisa mengimbangi penguasaan teknologi
multimedia untuk kepentingan dakwah.
Suara Muhammadiyah merupakan majalah tertua di
Indonesia. Majalah ini secara resmi didirikan oleh Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah
pada bulan Januari tahun 1915 (terbitan pertama),
tepatnya tiga tahun setelah Muhammadiyah didirikan dan
dideklarasikan, yakni pada tanggal 18 Nopember 1912 M atau 18Dzulhijjah 1330H.
Pendirian Majalah Suara Muhammadiyah diprakarsai
dan dipimpin oleh K. H. Ahmad Dahlan (1915-1923) (Http://www.suaramuhammadiyah.or.id).
Adapun tujuan diterbitkannya Majalah Suara Muhammadiyah adalah didorong oleh
kesadaran akan
pentingnya dakwah melalui
media massa, terutama media cetak.
PEMBAHRAUAN
DALAM BIDANG SOCIAL KEMASYARAKATAN
Perhatian pada
kesengsaraan umum dan kewajiban menolong sesama muslim, tidak hanya sekedar
karena rasa cinta kasih pada sesama, tetapi juga ada tuntunan agama yang jelas
untuk beramar ma’ruf. Sebagai perwujudan sosial dari semangat beragama. Hal ini
merupakan gerakan sosial dengan ilham keagamaan. Contohnya ialah pengamalan
firman Tuhan dalam Surat Al-Ma’un (terjemahannya) :
“Tahukah
engkau orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tiada menganjurkan menyantuni orang miskin. Celakalah orang-orang yang
shalat, yaitu lalai dari shalatnya, orang-orang yang riya’ dan tiada mau
menolong dengan barang-barang yang berguna.”
Ajaran ini direalisasikan
oleh Muhammadiyah melalui pendirian rumah yatim, klinik, rumah sakit dan juga
melalui pembaharuan cara mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
Dapatlah disimpulkan,
bahwa pembaharuan sosial kemasyarakatan yang dilakukan Muhammadiyah, merupakan
salah satu wujud dari ketaatan beragama, dalam dimensi sosialnya, atau
dimaksudkan untuk mencapai tujuan keagamaan
Bagian Penolong Haji
Tahun 1921 dibantu seorang muridnya H. Suja’
merintis berdirinya Bagian penolong haji. Bagian penolong haji ini dimaksudkan
untuk menolong kesukaran dan kesulitan jemaah haji selama dalam perjalanan dari
Indonesia ketanah suci.
Tahun 1922,KHA Dahlan bersama dengan RM.
Prawirowiworo dan HM Suja’ pergi kebatavia berunding dengan K.Keller mewakili
maskapai pelayaran pengangkut jemaah
haji.
Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO)
Di bidang sosial dan
kemasyarakatan, maka usaha yang dirintis oleh Muhammadiyah adalah didirikannya
rumah sakit poliklinik, rumah yatim piatu, yang dikelola melalui
lembaga-lembaga dan bukan secara individual sebagaimana dilakukan orang pada
umumnya di dalam memelihara anak yatim piatu. Badan atau lembaga pendidikan
sosial di dalam Muhammadiyah juga ikut menangani masalah-masalah keagamaan yang
ada kaitannya dengan bidang sosial, seperti prosedur penerimaan dan pembagian
zakat ditangani sepenuhnya oleh P.K.U., yang sekaligus berwenang sebagai badan
‘amil.
Usaha pemaharuan dalam
bidang sosial kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya Pertolongan
Kesengsaraan Oemoem (PKO) pada tahun 1923. Ide di balik pembangunan dalam
bidang ini karena banyak di antara orang Islam yang mengalami kesengsaraan, dan
hal ini merupakan kesempatan bagi kaum muslimin untuk saling tolong-menolong.