Perkembangan
Muhammadiyah dalam Pergerakan Nasional Indonesia
Pada waktu Muhammadiyah didirikan,
keadaan masyarakat Islam sangat menyedihkan, baik dalam bidang politik, sosial,
ekonomi, maupun kultural akibat penjajahan Belandsa di Indonesia. Dalam bidang
agama, kehidupan beragama menurut tuntunan al-Quran dan as-Sunnah tidak
berjalan karena adanya perbuatan syirik, bid’ah, kurafat, dan tahayul sehingga
agama Islam berada dalam keadaan beku. Di bidang pendidikan, lembaga pendidikan
Islam yang ada tidak dapat memenuhi tuntutan dan kemajuan zaman, disebabkan
sikap mengisolasi diri dari pengaruh luar serta adanya sistem pendidikan yang
tidak sesuai dengan panggilan zaman.
Muhammadiyah memiliki beberapa
organisasi otonom yang berdiri sendiri dalam lingkungan Muhammadiyah.
Organisasi otonom tersebut betul-betul otonom dalam ruang lingkup
masing-masing. Mungkin saja organisasi otonom tersebut dapat digolongkan
menjadi organisasi pendamping dan organisasi kader. Yang dimaksud dengan
organisasi pendamping ialah Aisyah 9wanita) yang bahu-membahu dengan
Muhammadiyah dalam mencapai cita-cita organisasi. Sedangkan organisasi kader
yang akan melanjutkan perjuangan Muhammadiyah di masa depan. Organisasi otonom
tersebut ialah :
· ’Aisyah
(wanita)
· Pemuda Muhammadiyah
· Nasyitul
’Aisyah (puteri)
· Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah
· Ikatan Remaja
Muhammadiyah
· Tapak suci
Putera Muhammadiyah (perguruan pencak silat)
Muhammadiyah dalam perkembangan
berikutnya dikenal luas oleh masyarakat maupun para peneliti dan penulis
sebagai gerakan Islam pembaruan atau gerakan tajdid. Muhammadiyah karena
memiliki watak pembaruan dikenal pula sebagai gerakan reformasi dan gerakan
modernisme Islam, yang berkiprah dalam mewujudkan ajaean Islam senafas dengan
semangat kemajuan dan kemoderenan saat itu. Selain itu Muhammadiyah dikenal
juga sebagai gerakan dakwahyang bergerak dalam menyebarluaskan dan mewujudkan
ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. dan tidak bergerak
dalam lapangan politik. Sifat-sifat sosial dan pendidikan Muhammadiyah
memanglah telah ada pada masa-masa ini.
Daerah operasi oragnisasi Muhammadiyah
mulai diluaskan setelah tahun 1917. Pada tahun itu Budi Utomo mengadakan
kongresnya di Yogyakarta ketika Kyai Haji Ahmad Dahlan mendapatkan
simpati dalam kongres tersebut.
Muhammadiyah
Masa Kependudukan Jepang
Pada masa kependudukan Jepang, Muhammadiyah sebagai
organisasi agama di Indonesia mendapatkan dukungan dari pemerintah Jepang.
Sebaliknya banyak partai politik yang ada dibubarkan, sedangkan Muhammadiyah
dan Nahdatul Ulama’ diberi izin untuk mengelola pendidikan Muslim di atas
tingkat pendidikan dasar. Pemerintah Jepang juga mendirikan kelompok milisi
Muslim dengan lambing bulan sabit dan matahari terbit yang melambangkan
perjuangna jihad bersama Jepang dalam menghadapi kekuatan Barat.[4]
Melalui K.H Mas Mansur, Muhammadiyah memiliki wakil dan
peranan penting dalam Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Selain itu, melalui Ki
Bagus Hadikusumo Muhammadiyah tetap dapat menunjukkan sikap kritis, yakni
terkait dengan penolakan pada aturan-aturan penghormatan kepada Tenno Haika
dengan membungkukkan badan kearah matahari terbit (seikirei).[5]
Atas ultimatum Ki Bagus Hadikusumo segera dipanggil Gunseikan atau Gubernur Militer
di Yogyakarta. Akhirnya persoalan pelik tersebut dapat diatasi.
Menjelang meletusnya Perang Dunia II tahun 1939, kedududkan
Pemerintah Hindia –Belanda goyah karenan semakin gencarnya desakan perjuangan
kebangsaan Indonesia. Sebelum melakukan ekspansi ke Negara-negara di Asia
Tenggara, Jepang telah mengambil langkah awal yaitu sejak pertengahan tahun
1920-an. Sejak pertengan tahun 1920-an dan seterusnya, lembaga-lembaga Islam
dan majalah-majalah Islam mulai muncul di Jepang.[6]
Pada tahun 1938 Jepang mengundang tokoh-tokoh Islam dari beberapa Negara,
termasuk Indonesia untuk menghadiri peresmian masjid di Tokyo. Usaha-usaha
Jepang tersebut merupakan rencana awal ekspansiinisme Dai Nippon.[7]
Pada saat Muhammadiyah dibawah pimpinan Mas Mansur, Jepang
menyerbiu Indonesia. Jepang menyatakan perang kepada Sekutu setelah menyerang
pangkalan Armada Amerika Serikat di Pearl Harbour. Akhirnya sekutu menyerah
tanpa syarat pada 8 Maret 1942 di Kalijati.
Agar mendapat simpati dari umat Islam, maka Jepang berlalku
lunak kepada Muhammadiyah. Gerakan dakwah Islam yang dilakukan Mughammadiyah
berjalan biasa. Organisasi Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Hizbul Wathan, diberi
kesempatan mengembangkan dirinya. Lain halnya dengan umat Katolik dan Kristen,
yang pada waktu itu yang mendapatkan perlakuan yang sama dengan orang-orang
Belanda yang seagama.
Jepang berusaha menghilangkan kesan bahwa kehadiran mereka
tidaklah untuk menjajah, melanikan sebagai pelindung Asia atau saudara Tua
Indonesia. Upaya Jepang terdiri atas, yang pertama Jepang
mengikutsertakan tokoh-tokoh kebangsaan organisasi atau lembaga dalam
pemerintahan Jepang. Kedua, penggunaan bahasa Indonesia disamping bahasa Jepang
sebagai bahasa resmi dalam lembaga-lembaga pemerintahan. Pada tanggal 20 Mei 1942
Jepang mengeluarkan UU Nomor 3 dan 4 yang melarang organisasi pergerakan rakyat
Indonesia aktif. Sebagai penggantinya Jepang memebentuk Putera yang dipimpin
empat serangkai. Salah satu empat serangkai tersebut adalah Mas Mansur,
sehingga jabatan pengurus Besar Muhammadiyah diserahkan kepada wakil ketua,
yaitu Ki Bagus Hadikusumo.
Selain aktif di Putera, banyak orang Muhammadiyah yang
diangkat dan menduduki pasukan Pembela Tanah Air (Peta), menjadi Cu Dan Co,
latihan militer (sainendan dan keibondan). Dalam menempuh perjuangan
Muhammadiyah tidak melepaskan diri dari organisasi-organisasi Islam yang
senafas.[8]
Pada 10 September 1943 Pemerintahan Jepang mengumumkan
status hokum Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama’.[9]
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama’ tetap melakukan kegiatan dan MIAI sejak
Oktober telah dilarang oleh pemerintah tanpa alas an yang jelas.[10]
Pada 6 April 1943 Muhammadiyah mengubah tujuannya sesuai dengan kepercayaan
untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh Asia Raya, dibawah pimpinan Dai
Nippon. Tujuan tersebut terdiri atas:
a. Hendak mengajarkan agama Islam serta
melatih hidup yang selaras dengan tuntunannya.
b. Hendak melakukan pekerjaan perbaikan
umum.
c. Hendak memajukan pengetahuan dan
kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.[11]
Pada tahun 1944 diselenggarakan kongres darurat di
Yogyakarta untuk mengetahui perkembangan organisasi Muhammadiya. Muhammadiyah
telah menggunakan istilah Indonesia dalam anggaran dasar sejak tahun 1941. Hal
tersebut merupakan upaya untuk memperjuangkan Indonesia yang berdaulat.
Sebelum tahun 1940-an istilah Indonesia belum digunakan, tetapi setelah tahun
1940 kalangan Islam dan kebangsaan mulai mempergunakan istilah Indonesia. Dalam
perjalannya Muhammadiyah sebagai oerganisasi Islam di Indonesia berperan
penting dalam membangun masyarakat Indonesia, seperti:
a.
Mendirikan
masjid-masjid dan pendirian-pendirian lain untuk tempat ibadah.
b.
Mendirikan
dan mengatur pendirian-pendirian untuk pengajaran agama Islam dan Umum.
c.
Menyiarkan
citakan buat tablig dan pendidikan umum.
d.
Mengadakan
rapat tentang agama.
e.
Mengusahakan
rumah yatim, rumah miskin, balai kesehatan, dan lain-lain pekerjaan amal yang
baik dan umum.
f.
Melakukan
lain-lain pekerjaan juga yang perlu untuk menyampaikan tujuannya.[12]
Dalam kondisi politik yang tidak menentu, di mana posisi
organisasi social pribumi sangat memungkinkan sikap-sikap politik ormas seperti
Muhammadiyah hanya formalitas. Muhammadiyah mengakui kekuatan pemerintah,
tetapi bersifat simbolik. Dukungan terhadap Dai Nippon diberikan kepada Jepang
dengan syarat bahwa Jepang dilarang menghina agama Islam. Kerjasama yang di
galang pemerintah Jepang diterima oleh pemuda Muhammadiyah asalkan tidak
bekerjasama dalam bidang keagamaan.
Pada November 1943 Jepang mendirikan Masyumi
untuk menyatukan dan mengkoordinir seluruh pergerakan muslim.beberapa fungsi
administrasi dan kemiliteran yang diberikan kepada sejumlah muslim menguatkan
posisi muslim di masa selanjutnya. Muhhamdiyah pun tetap aktif hingga saat ini
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar