468x60 Ads

Sabtu, 13 September 2014

Materi 3 Klas 10 Sem 1

PEMBAHRUAN PEMIKIRAN ISLAM

1. IBNU TAIMIYAH (1263-1328)

Ibnu Taimiyah berafiliasi kepada madzhab Imam Ahmad Ibnu Hambal. Dan ia merupakan pengikut yang faqih dari madzhab ini. Kemudian ia berijtihad sendiri sehingga mencapai tingkatan seorang mujtahid. Ibnu Taimiyah mengikuti metodologi Ahmad Ibnu Hambal , yang karenanya prinsip dan metodologi Ibnu Taimiyah tetap berkisar pada madzhab tersebut. Dalam hal ini ia adalah pelanjut metodologi literalis Ahmad Ibnu Hambal dan Daud al-Zhahiri.

Inti dari pemikiran Ibnu Taimiyah berpusat pada seperangkat prinsip yang darinya ia mengembangkan sebuah pandangan dunia. Prinsip-prinsip ini dapat diringkaskan sebagai berikut:
1.  Perbedaan absolut antara Pencipta dan yang diciptakan
Ini merupakan landasan filosofis menyangkut kedudukan Tuhan dan manusia, yang ontologis berbeda secara mutlak. Prinsip ini nampaknya dipengaruhi oleh polemik Ibnu Taimiyah dengan paham wahdat al-wujud yang merelatifkan hubungan Tuhan dan manusia.
2.  Wahyu sebagai sistem yang lengkap dan mencukupi
Merupakan landasan epistemologis menyangkut kedudukan wahyu sebagai sumber pengetahuan bagi manusia yang bersifat lengkap dan mencukupi. Prinsip ini nampaknya dipengaruhi oleh polemik Ibnu Taimiyah dengan para filosof dan rasionalis Mu’tazilah yang selalu mengedepankan akal dan melakukan ta’wil.
3.  Keharusan untuk selalu kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, serta memahaminya di bawah cahaya ajaran-ajaran generasi awal umat Islam (al-Salaf al-Shalih)
Merupakan landasan aksiologis menyangkut aktualisasi ajaran Islam berdasarkan al-Qur’an, al-Sunnah dan al-Salaf al-Shalih. Prinsip ini nampaknya dipengaruhi oleh polemik Ibnu Taimiyah dengan berbagai praktek umat Islam, dan khususnya kelompok sufi, yang telah melakukan berbagai praktek bid’ah.

2. IBNU QOYIM AL JAUZIAH (1292-1350)

Pemikiran-pemikiran Ibnu Qayyim
Mengingat bahwa Ibnu Qayyim merupakan murid utama Ibnu Taimiyah dan bahkan sempat dipenjara bersama gurunya, keyakinan dan pemikirannya, dalam pelbagai persoalan sama persis dengan pemikiran Ibnu Taimiyah; karena itu ia harus dinilai sebagai penyeru pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah.[9]
Keyakinan-keyakinannya sehubungan dengan sifat-sifat Ilahi meniscayakan pandangan anthropormisme (memiliki bentuk sebagaimana benda) terkait dengan Tuhan. Salah satu persoalan ini, keyakinan terhadap persoalan ini Tuhan dapat ditunjuk jari secara indrawi dimana hal ini membatasi Tuhan pada posisi dan kondisi tertentu.[10Terkait dengan melihat (rukyat) Tuhan dengan mata juga sebagaimana Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim menilai bahwa Tuhan mungkin saja Tuhan dilihat dengan mata dan hal ini mendapat sokongan oleh akal dan syariat. Ia berkata, “Meski di dunia disebabkan oleh kelemahan pandangan kita sehingga tidak dapat melihat Tuhan, namun di akhirat hal ini mungkin saja terjadi.”[11]
Ibnu Qayyim memandang bahwa orang-orang tidak boleh pergi ziarah kubur para nabi.[12] Demikian juga berkumpul di samping kuburan para nabi dan para wali merupakan perbuatan syirik. Ia berkata, “Perbuatan ziarah kubur ini mengandung banyak hal yang merusak di antaranya, salat ke arah kuburan, tawaf di sekeliling kuburan, mencium kuburan dan memohon pertolongan dari orang-orang yang telah dikuburkan, meminta rezeki, kesehatan, supaya dibayarkan hutang serta hilangnya pelbagai kesusahan hidup! Permohonan-permohonan ini adalah permohonan-permohonan yang disampaikan para penyembah berhala kepada berhala-berhala mereka.”[13]
Ibnu Qayyim dalam melanjutkan jalan Ibnu Taimiyah mengingkari pelbagai keutamaan Imam Ali As. Ia berkata, “Hadis-hadis yang dibuat oleh kaum Rafidhi (orang-orang Syiah) terkait dengan Ali bin Abi Thalib sedemikian banyak sehingga tidak dapat dihitung. Kemudian ia mengutip ucapan Abu Ya’la al-Khalili bahwa orang-orang Syiah membuat hadis-hadis terkait dengan keutamaan Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait sebanyak tiga ratus ribu hadis. Kemudian Ibnu Qayyim al-Jauzi membela ucapan Abu Ya’la ini.[14]


SUMBER : http://www.islamquest.net/id/archive/question/id22440


3. Muhammad Bin Abdul Wahab ( 1703-1787 )

Beliau dilahirkan di Uyainah, sebuah dusun di Najed bagian Timur Saudi Arabia. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga beragama yang ketat di bawah pengaruh mazhab Hanbali, yaitu mazhab yang memperkenalkan dirinya sebagai aliran Salafiyah.
Muhammad Bin Abdul Wahab menamakan gerakannya, “Gerakan Muwahidin yaitu suatu gerakan yang bertujuan untuk mensucikan dan meng-Esakan Allah dengan semurni-murninya yang mudah, gampang dipahami, dan diamalkan persis seperti Islam pada masa permulaan sejarahnya.
Gerakan yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab ini dinamakan “Gerakan Wahabi” sebagai ejek-ejekan oleh lawan-lawannya.
Hal-hal yang ditekankan oleh gerakan ini adalah :
1.Penyembahan kepada selain Allah adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh.
2.Orang yang mencari ampunan Allah dengan mengunjungi kuburan orang-orang sholeh, termasuk golongan musyrikin.
3.Termasuk perbuatan musyrik memberikan pengantar dalam sholat terhadap nama Nabi-nabi atau wali atau Malaikat ( seperti sayidina Muhammad ).
4.Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Alqur’an dan Sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran semata-mata.
5.Termasuk kufur dan ilhad yang menginkari “Qadar” dalam semua perbuatan dan penafsiran Qur’an dengan jalan ta’wil.
6.Dilarang memaki buah tasbih dalam mengucapkan nama Tuhan dan do’a-do’a (wirid ) cukup menghitung dengan jari.
7.Sumber syariat Islam dalam soal halal dan haram hanya Alqur’an semata-mata dan sumber lain sesudahnya ialah sunnah Rasul. Perkataan ulama mutakallimin dan fuqaha tentang haram-halal tidak menjadi pegangan, selama tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.
8.Pintu Ijtihad tetap terbuka dan siapapun juga boleh melakukan Ijtihad, asal sudah memenuhi syarat-syaratnya.
Sifat gerakan Wahabi yang keras, lugas, dan sederhana benar-benar tenaga yang sanggup mengoncangkan dan membangkitkan kembali kesadaran kaum muslimin yang sedang lelap tidur dalam kegelapan. Bersama dengan Ibnu Su’ud, pendiri Dinasti Su’udiyah ( Saudi Arabia ) berjuang dengan sikap pantang menyerah. Ibnu Su’ud dalam menjalankan roda pemerintahannya dilhami oleh syaikh Muhammad  


Sumber : http://grelovejogja.wordpress.com/2007/08/07/gerakan-pembaharuan-islam-i/

0 komentar:

Posting Komentar