KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
A. Pengertian
Khittah
artinya garis besar perjuangan. khittah itu mengandung konsepsi
(pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah
perjuangan. Hal tersebut mempunyai arti penting karena menjadi landasan
berpikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah, garis-garis besar perjuangan muhammadiyah tersebut tidak boleh
bertentangan dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.
Fungsi Khitah Muhammadiyah adalah Sebagai landasan ideal operasional yang didalamnya tercantum landasan idiil. (Muqodimah ADART, MKCH, dan kepribadian Muhammadiyah).
B. Enam Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Isi khittah harus sesuai dengan tujuan muhammadiyah, khittah itu disusun sesuai dengan perkembangan zaman.
1. Langkah 12 Muhammadiyah 1938-1940
a. Memperdalam Masuknya Iman.
Hendaklah
iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya, yakni diberi
riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan,
sampai iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di
hati sanubari kita, sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.
b. Memperluas Faham Agama.
Hendaklah
faham agama yagn sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang
seluas-luasnya, boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita
sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti perluasan Agama Islam, itulah yang
paling benar, ringan dan berguna, maka, mendahulukanlah pekerjaan
keagamaan itu.
c. Memperbuahkan Budi Pekerti.
Hendaklah
diterangkan dengan jelas tentang akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang
tercela serta diperbahaskannya tentang memakainya akhlaq yang mahmudah
dan menjauhkannya akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan
kita, ya seorang sekutu Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik
lagi berjasa.
d. Menuntun Amalan Intiqad (self correctie).
Hendaklah
senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri (self correctie),
segala usaha dan pekerjaan kita, kecuali diperbesarkan, supaya
diperbaikilah juga. Buah penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan di
tempat yang tentu, dengan dasar mendatangkan maslahat dan menjauhkan
madlarat, sedang yang kedua ini didahulukan dari yang pertama.
e. Menguatkan Persatuan.
Hendaklah
menjadikan tujuan kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi dan
mengokohkan pergaulan persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan
memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran kita.
f. Menegakkan Keadilan.
Hendaklah
keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai badan
sendiri, dan ketetapan yang sudah seadil-adilnya itu dibela dan
dipertahankan di mana juga.
g. Melakukan Kebijaksanaan.
Dalam
gerak kita tidaklah melupakan hikmah, hikmah hendaklah disendikan
kepada Kitabullah dan Sunnaturrasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi
ke-dua pegangan kita itu, mestilah kita buang, karena itu bukan
kebijaksanaan yang sesungguhnya. Dalam pada itu, dengan tidak mengurangi
segala gerakan kemuhammadiyahan, maka pada tahun 1838-1940 H.
Muhammadiyah mengemukakan pekerjaan akan:
h. Menguatkan Majlis Tanwir.
Sebab
majlis ini nyata-nyata berpengaruh besar dalam kalangan kita
Muhammadiyah dan sudah menjadi tangan kanan yang bertenaga disisi
Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah, maka sewajibnyalah kita perteguhkan
dengan diatur yang sebaik-baiknya.
i. Mengadakan Konperensi Bagian.
Untuk
mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah bagian kita, maka
hendaklah kita berikhtiar mengadakan Konperensi bagian, umpama:
Konperensi Bagian: Penyiaran Agama seluruh Indonesia dan lain-lain sebagainya.
j. Mempermusyawaratkan Putusan.
Agar
dapat keringanan dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada
keputusan yang mengenai kepala Majlis (Bagian), dimusyawarahkanlah
dengan yang bersangkutan itu lebih dahulu, sehingga dapatlah
mentanfidzkan dengan cara menghasilkannya dengan segera.
k. Mengawaskan Gerakan Jalan.
Pemandangan
kita hendaklah kita tajamkan akan mengawasi gerak kita yang ada di
dalam Muhammadiyah, yang sudah lalu, yang masih langsung dan yang
bertambah (yang akan datang/berkembang).
l. Mempersambungkan Gerakan Luar.
Kira
berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern),
lain-lain persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar
Silaturahim, tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah
asasnya masing-masing, terutama perhubungan kepada persyarikatan dan
pemimpin Islam.
2. Khittah Palembang 1956-1959
a.
Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam
dan mempertebal tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan
tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan
menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung
jawab.
b. Melaksanakan uswatun hasanah.
c. Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.
d. Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak.
e. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.
f. Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan.
g. Menuntun penghidupan anggota.
3. Khittah Ponorogo 1969
Kelahiran Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar
dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal
sehingga khittah ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar
nashir lewat khittah ujung pandang.
4. Khittah Ujung Pandang 1971
a. Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat.
b. Setiap
anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki
atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
c.
Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam
setelah pemilu tahun 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi
munkar secara konstruktif dan positif terhadap partai muslimin Indonesia.
d. Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
5. Khittah Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)
a. Muhammadiyah
adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan
manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan
dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi
apapun.
b. Setiap
anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki
atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
Persyarikatan Muhammadiyah.
6. Khittah Denpasar 2002
Dalam
Posisi yang demikian maka sebagaimana khittah Denpasar, muhammadiyah
dengan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang
menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya dapat mengembangkan fungsi
kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam
memainkan peran berbangsa dan bernegara.
C. Maksud dan Tujuan
Sebagai tuntunan, sebagai pedoman dan arahan untuk berjuang bagi anggota maupun pimpinan muhammadiyah.
D. Fungsi
Sebagai
landasan berpikir bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah dan yang
menjadi landasan berpikir bagi setiap amal usaha muhammadiyah.
Sumber : http://helsahedweg.blogspot.com/p/korean-music.html