468x60 Ads

Minggu, 08 September 2013

Materi 2 Klas XI sem 1

 GERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH
(KHA. DAHLAN ABAD KE-19)


Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 oleh KH Ahmad Dahlan (1868-1923). Muhammadiyah merupakan gerakan pembaharuan dalam Islam dengan menempuh jalan para modernis gerakan Salafiyah dari abad ke-19 seperti Jamaluddin al-Afghani (1838-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), Rasyid Ridla (1856-1935). Gerakan Salafiyah ini dipandang sebagai kelanjutan dari gerakan pembaharuan yang Qoyyim al-Jauziyah (1292-1350), yang berusaha untuk membuka pintu ijtihad; dan dilanjutkan oleh Gerakan Wahabi di Saudi Arabia yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahad (1703-1787) (Kamal, 1994: 6-7).
K.H. Ahmad Dahlan merumuskan gerakan pembaharuannya dalam bentuk “Purifikasi dan Dinamisasi”. Purifikasi didasarkan pada asumsi bahwa kemunduran umat Islam terjadi karena umat Islam tidak mengembangkan aqidah Islam yang benar, sehingga harus dilakukan purifikasi dalam bidang aqidah-ibadah dengan doktrin “segala sesuatu diyakini dan dilaksanakan bila ada perintah dalam Al-Qur’an dan Hadits”. Sedangkan dinamisasi diterapkan dalam bidang muammallah, dengan melakukan gerakan modernisasi sepanjang sesuai dengan doktrin “semuanya boleh dikerjakan selama tidak ada larangan atau tidak bertentangan Al-Qur’an dan Hadits.
Pembaharuan Muhammadiyah yang beranjak dari latar belakang sosio-historis masyarakat kota itu, tidak dapat diterima dan menuai reaksi negatif dari kalangan umat Islam di daerah pedesaan yang masih mempertahankan tradisi. Seperti dijelaskan di atas, iman itu suatu konseptual, dan konsep yang ditawarkan Muhammadiyah tersebut tidak sesuai dengan realitas kontekstual masyarakat desa yang memegang teguh tradisi. Bagi Muslim di pedesaan, tradisi ini sangat penting karena telah memberi makna dan identitas bagi kehidupannya. Bahkan kedalam tradisi ini telah diinfuskan nilai-nilai Islam. Karena itu tuduhan sebagai penyebar penyakit TBC (Tahayyul, Bid’ah, da Churafat) sangat menyakitkan.

1.      Tahayul
Secara bahasa, berasal dari kata khayal yang berarti: apa yang tergambar pada seseorang mengenai suatu hal baik dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi. Takhayul diartikan juga: percaya kepada sesuatu yang tidak benar (mustahil)
2.      Bid’ah
Penyembahan kepada Allah (ibadah) tidak boleh dilakukan kecuali dengan syari’at yang terkandung dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Saw.
"Barangsiapa yang mengada-adakan dalam (urusan) agama ini suatu pekerjaan yang tiada daripadanya, maka (yang diada-adakan itu) tertolak." (Hadis Bukhari, Muslim)
3.      Khurofat
Khurâfat ialah semua cerita sama ada rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantang-larang, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam

A.     PEMBAHARUAN DALAM BIDANG AGAMA (Purifikasi)
a)      Penyederhanaan Kuburan (Makam)
Dalam kelompok masyarakat tertentu, makam atau kuburan sering dibangun atau dihiasi secara berlebih, sehingga terkesan memberatkan umat. KHA Dahlan mengajak umat untuk mengganti dengan makam yang sederhana.
b)     Menghilangkan Kebiasaan Berziarah ke makam Wali
Ditengah kebiasaan umat islam yang demikian (1906), KHA dahlan mengeluarkan fatwa yang menggerkan kaum muslim yaitu “Ziarah Kubur Kufur, Ziarah kubur Musrik, Ziarah Kubur Haram”. Fatwa tersebut dikarenakan KHA Dahlan perlu menanamkan Tauhid yg murni kepada para pemuda. (Kyai Syuja’,2009: 86-89)
c)      Meluruskan Arah Kiblat
Pada satu malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama yang ada di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di surau milik keluarganya di Kauman.
Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai kitab acuan ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, dua orang yang secara diam-diam mendengar pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan para jemaah salat dzuhur waktu itu.
Akibatnya, Kanjeng Kyai Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang melakukan itu. Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut, Ahmad Dahlan yang merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899 mengarahkan surau tersebut ke arah kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja secara arsitektural berbeda dengan arah masjid besar Kauman.
Setelah dipergunakan beberapa hari untuk kegiatan Ramadhan, Ahmad Dahlan mendapat perintah dari Kanjeng Penghulu untuk membongkar surau tersebut, yang tentu saja ditolak. Akhirnya, surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun diliputi perasaan kecewa, Ahmad Dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan arah masjid besar Kauman setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat yang sebenarnya ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid
d)     Merintis Penyelenggaraan Sholat Hari raya Di Lapangan
Konggres atau Muktamar Muhammadiyah ke 19 tahun 1930 di Minangkabau memutuskan untuk Menyelenggarakan Sholat hari raya di tanah lapang, dimana-mana muhammadiyah berada.
Penyederhanan Upacara dan Ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan, pernikahan dan kematian

Sumber :
1.       Skripsi Saefur RochmatPEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH DALAM DIALEKTIKA RASIO DAN TRADISI”.

0 komentar:

Posting Komentar