GERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH
(KHA. DAHLAN ABAD KE-19)
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18
Nopember 1912 oleh KH Ahmad Dahlan (1868-1923). Muhammadiyah merupakan gerakan
pembaharuan dalam Islam dengan menempuh jalan para modernis gerakan Salafiyah
dari abad ke-19 seperti Jamaluddin al-Afghani (1838-1897), Muhammad Abduh
(1849-1905), Rasyid Ridla (1856-1935). Gerakan Salafiyah ini dipandang sebagai
kelanjutan dari gerakan pembaharuan yang Qoyyim al-Jauziyah (1292-1350), yang
berusaha untuk membuka pintu ijtihad; dan dilanjutkan oleh Gerakan Wahabi di
Saudi Arabia yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahad (1703-1787) (Kamal,
1994: 6-7).
K.H. Ahmad Dahlan merumuskan gerakan
pembaharuannya dalam bentuk “Purifikasi
dan Dinamisasi”. Purifikasi didasarkan pada asumsi bahwa kemunduran umat
Islam terjadi karena umat Islam tidak mengembangkan aqidah Islam yang benar,
sehingga harus dilakukan purifikasi dalam bidang aqidah-ibadah dengan doktrin
“segala sesuatu diyakini dan dilaksanakan bila ada perintah dalam Al-Qur’an dan
Hadits”. Sedangkan dinamisasi diterapkan dalam bidang muammallah, dengan
melakukan gerakan modernisasi sepanjang sesuai dengan doktrin “semuanya boleh
dikerjakan selama tidak ada larangan atau tidak bertentangan Al-Qur’an dan
Hadits.
Pembaharuan Muhammadiyah yang beranjak
dari latar belakang sosio-historis masyarakat kota itu, tidak dapat diterima
dan menuai reaksi negatif dari kalangan umat Islam di daerah pedesaan yang
masih mempertahankan tradisi. Seperti dijelaskan di atas, iman itu suatu
konseptual, dan konsep yang ditawarkan Muhammadiyah tersebut tidak sesuai
dengan realitas kontekstual masyarakat desa yang memegang teguh tradisi. Bagi
Muslim di pedesaan, tradisi ini sangat penting karena telah memberi makna dan
identitas bagi kehidupannya. Bahkan kedalam tradisi ini telah diinfuskan
nilai-nilai Islam. Karena itu tuduhan sebagai penyebar penyakit TBC (Tahayyul,
Bid’ah, da Churafat) sangat menyakitkan.
1.
Tahayul
Secara bahasa, berasal
dari kata khayal yang berarti: apa yang tergambar pada seseorang mengenai suatu
hal baik dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi. Takhayul diartikan juga:
percaya kepada sesuatu yang tidak benar (mustahil)
2.
Bid’ah
Penyembahan kepada Allah
(ibadah) tidak boleh dilakukan kecuali dengan syari’at yang terkandung dalam
kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Saw.
"Barangsiapa yang
mengada-adakan dalam (urusan) agama ini suatu pekerjaan yang tiada daripadanya,
maka (yang diada-adakan itu) tertolak." (Hadis Bukhari, Muslim)
3.
Khurofat
Khurâfat ialah semua
cerita sama ada rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantang-larang, adat
istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari
ajaran Islam
A.
PEMBAHARUAN DALAM BIDANG AGAMA
(Purifikasi)
a)
Penyederhanaan
Kuburan (Makam)
Dalam
kelompok masyarakat tertentu, makam atau kuburan sering dibangun atau dihiasi
secara berlebih, sehingga terkesan memberatkan umat. KHA Dahlan mengajak umat
untuk mengganti dengan makam yang sederhana.
b)
Menghilangkan
Kebiasaan Berziarah ke makam Wali
Ditengah
kebiasaan umat islam yang demikian (1906), KHA dahlan mengeluarkan fatwa yang
menggerkan kaum muslim yaitu “Ziarah Kubur Kufur, Ziarah kubur Musrik, Ziarah
Kubur Haram”. Fatwa tersebut dikarenakan KHA Dahlan perlu menanamkan Tauhid yg
murni kepada para pemuda. (Kyai Syuja’,2009: 86-89)
c)
Meluruskan
Arah Kiblat
Pada
satu malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama yang ada di
sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di surau
milik keluarganya di Kauman.
Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai
kitab acuan ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan kesepakatan.
Akan tetapi, dua orang yang secara diam-diam mendengar pembicaraan itu beberapa
hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid
besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan para jemaah salat
dzuhur waktu itu.
Akibatnya, Kanjeng Kyai Penghulu H.M. Kholil
Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang
yang melakukan itu. Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut,
Ahmad Dahlan yang merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899
mengarahkan surau tersebut ke arah kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja
secara arsitektural berbeda dengan arah masjid besar Kauman.
Setelah dipergunakan beberapa hari untuk kegiatan
Ramadhan, Ahmad Dahlan mendapat perintah dari Kanjeng Penghulu untuk membongkar
surau tersebut, yang tentu saja ditolak. Akhirnya, surau tersebut dibongkar
secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun diliputi perasaan kecewa, Ahmad
Dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan arah masjid besar Kauman
setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat yang sebenarnya
ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid
d) Merintis Penyelenggaraan Sholat Hari raya
Di Lapangan
Konggres atau Muktamar Muhammadiyah ke 19 tahun 1930 di Minangkabau
memutuskan untuk Menyelenggarakan Sholat hari raya di tanah lapang, dimana-mana
muhammadiyah berada.
Penyederhanan
Upacara dan Ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan, pernikahan dan kematian
Sumber :
1.
Skripsi Saefur Rochmat “PEMBAHARUAN
MUHAMMADIYAH DALAM DIALEKTIKA RASIO DAN TRADISI”.
0 komentar:
Posting Komentar